Programterbaru.com -
Pendakian gunung, khususnya ke puncak-puncak tinggi, menuntut persiapan dan pemahaman yang mendalam tentang dampak ketinggian terhadap tubuh manusia. Dokter spesialis kedokteran penerbangan, Dr. Wawan Mulyawan, menekankan perubahan fisiologis yang signifikan pada tubuh di ketinggian lebih dari 3.048 mdpl. Tubuh menghadapi tantangan yang serius, dan ketidaktahuan dapat berakibat fatal.Gejala ringan dapat muncul bahkan di ketinggian 2.500 meter, dan semakin parah seiring peningkatan ketinggian. Puncak tertinggi Indonesia, Cartenz (4.884 mdpl), merupakan salah satu dari Seven Summits, dan rentan terhadap kondisi medis terkait ketinggian.
Penyakit Gunung Akut (AMS) merupakan kondisi paling umum yang dialami pendaki. AMS, atau Acute Mountain Sickness, terjadi ketika tubuh tidak mampu beradaptasi dengan ketersediaan oksigen yang rendah di ketinggian. Gejala bervariasi, mulai dari kebingungan hingga pembengkakan otak.
High-Altitude Cerebral Edema (HACE) dan High-Altitude Pulmonary Edema (HAPE) adalah komplikasi serius dari AMS. HACE terjadi ketika otak membengkak akibat penumpukan cairan, sementara HAPE menyebabkan cairan masuk ke paru-paru. Kedua kondisi ini dapat mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan cepat.
Gejala AMS biasanya muncul beberapa jam setelah pendaki mencapai ketinggian yang lebih tinggi. Penting untuk menyadari gejala-gejala ini dan mencari pertolongan medis segera jika diperlukan. Persiapan yang matang, termasuk aklimatisasi yang tepat, sangat penting untuk mengurangi risiko penyakit ketinggian.
Tabel Ringkasan Kondisi Ketinggian
Kondisi | Penjelasan |
---|---|
AMS (Acute Mountain Sickness) | Kondisi umum, tubuh kesulitan beradaptasi dengan oksigen rendah. |
HACE (High-Altitude Cerebral Edema) | Pembengkakan otak akibat penumpukan cairan. |
HAPE (High-Altitude Pulmonary Edema) | Cairan masuk ke paru-paru. |
Dengan pemahaman yang baik tentang dampak ketinggian dan gejala penyakit terkait, pendaki dapat meningkatkan keselamatan dan pengalaman pendakian mereka.
0 Komentar